abstrak_pembuatan kertas
Sifat selulosa
Sifat penting pada selulosa yang penting untuk pembuatan kertas :
1. gugus aktif alkohol (dapat mengalami oksidasi)
2. derajat polimerisasi (serat menjadi panjang)
Makin panjang serat, kertas makin kuat dan tahan terhadap degradasi (panas, kimia dn biologi)
Karakteristik beberapa serat
Jenis-jenis kertas
Kertas bungkus : untuk semen, kertas llilin
Kertas tisu : sigaret, karbon, tisu muka
Kertas cetak : untuk buku cetak
Kertas tulis : HVS
Kertas koran
proses bleaching
Enzim Xylanase untuk Teknologi Pulp
Bahan pemutih pada industri pulp bisa menyebabkan kanker.
Pembeda antara zaman pra sejarah dan sejarah salah satunya adalah bentuk tulisan. Memasuki zaman sejarah manusia mulai mengenal tulisan seperti di Mesir pada 4000 SM. Di Indonesia, pada abad kelima dibuktikan dengan adanya prasasti yang berbentuk yupa yang ditemukan di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
Seiring perkembangan zaman, rupa, bentuk, dan materi tulisan pun berbeda. Dulu, banyak orang yang menggunakan batu atau kulit binatang untuk menulis. Seiring perkembangan zaman, munculah kertas dan pulp. Hampir semua jenis pulp yang digunakan untuk pembuatan kertas bermutu tinggi adalah pulp yang dibuat dengan proses kraft. Dalam proses ini, serpih kayu dimasak dengan cairan pemasak alkali untuk melarutkan lignin sehingga dihasilkan serat pulp berwarna coklat.
Untuk menghasilkan pulp berwarna putih dilanjutkan dengan proses pemutihan secara bertingkat untuk menghasilkan derajat putih tinggi. Proses pemutihan memberikan kontribusi air buangan yang menimbulkan masalah karena masih menggunakan khlor sebagai bahan kimia pemutih.
Salah satu dampak yang ditimbulkan adalah terbentuknya senyawa adsorbable organic halides (AOX). Halida yang dimaksud adalah khlor, sedangkan zat organiknya adalah dioxin dan furan. Apabila dioxin dan furan berikatan dengan atom khlor akan terbentuk senyawa yang beracun. Dampak dari senyawa AOX sendiri adalah dikembangkannya suatu proses pemutihan elemental chlorine free (ECF) dan total chlorine free (TCF).
`'Efeknya macam-macam seperti kanker dan jika terakumulasi bisa menyebabkan kematian,'' ujar peneliti Balai Besar Pulp dan Kertas (BBPK), Judi Tjahjono, dalam seminar teknologi pulp dan kertas 2007 di Bandung, Rabu (14/11). Karena kla organic dari klorin akan menghasilkan dioksin yang sifatnya tetap ada di dalam tubuh. Senyawa ini resisten kronik penyebab kanker.
Dewasa ini teknologi pemutihan nampaknya cenderung lebih banyak ke arah pemakaian khlordioksida dan oksigen untuk prebleaching. Penggunaan khlordioksida pada tahap awal pemutihan menghasilkan buangan dengan kandungan bahan beracun yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan khlor.
Dari informasi yang diperoleh dari Badan pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), di Indonesia terdapat 18 perusahaan pulp dengan total produksi 6,29 juta ton per tahun dan laju pertumbuhan ekonominya 2,25 persen. Pada umumnya, mereka masih menggunakan khlorin. Itu artinya pembuatan kertas masih menghasilkan senyawa berbahaya.
Untuk menciptakan proses yang ramah lingkungan, ditemukan cara dengan penggunaan enzim xylanase. Xylanase dapat meningkatkan derajat putih maupun meningkatkan kekuatan fisik. Dari hasil penelitian menunjukkan dari segi teknis, xylanase memberikan kontribusi yang sangat baik dalam peningkatan kualitas produk pulp putih, menghemat penggunaan bahan kimia pemutih, dan meningkatkan kualitas air limbah yang dihasilkan.
`'Penggunaan enzim xylanase ini baru diujicobakan dan berhasil,'' cetus Handoyo. Meski demikian hampir seluruh perusahaan masih menggunakan cara lama. Padahal, selama industri pulp tidak menggunakan enzim, maka limbah yang dihasilkan akan sangat berbahaya buat makhluk hidup karena bisa menyebabkan kematian.
Xylanase sendiri mempunyai sejumlah kekurangan yakni masalah korosi, kesulitan mengontrol waktu tinggal, penurunan indeks sobek, dan pengendalian bleach plant. Namun, kekurangan tersebut tidak begitu sebanding dengan proses dan limbahnya yang ramah lingkungan. `'Penggunaan enzim ini kurang diminati perusahaan karena harganya mahal dan masih impor,'' cetus dia. Harga 1 liter enzim xylanase Rp 15 ribu. Kapasitas penggunaannya sekitar dua persen dalam satu ton, atau 1.000 kg membutuhkan 20 kg enzim.
Jika diperhitungkan, harga produksinya menjadi lebih mahal. Meski demikian, perusahaan sebenarnya mempunyai keinginan untuk menggunakannya. Namun persoalan utama, mereka khawatir tidak ada keberlanjutan. Untuk itu diusulkan untuk membuat enzim di dalam negeri. `'Untuk pembuatan enzim kita membutuhkan ahli genetika,'' cetus dia. Hambatan lainnya adalah kemampuan dari SDM.
Karenanya, pada 2007 ini pihaknya masih mengkampanyekan penggunaan enzim xylanase untuk menjaga lingkungan dan keselamatan manusia. Itu pula yang menjadi alasan kenapa pabrik pulp tidak ada di pulau Jawa. Selain karena jauh dengan bahan baku alasan utamanya adalah Jawa terlalu padat penduduk. Sedangkan proses pulp masih berisiko.
Penggunaan xylanase sudah digunakan beberapa negara sejak beberapa tahun yang lalu. Sedangkan Indonesia , harus dipancing dengan penggunaan di salah satu perusahaan. `'Kalau satu perusahaan sudah menggunakan, maka yang lainnya akan mengikuti,'' katanya menjelaskan. Produsen utama pulp dan kertas dunia masih dipegang oleh Amerika Serikat, kemudian diikuti oleh Kanada, Amerika Selatan, Eropa Utara, Asia Timur, Australia dan Amerika Latin. Cina memperlihatkan kecenderungan akan menjadi produsen kertas di Asia. Permintaan dan konsumsi kertas dunia menunjukkan pertumbuhan sampai 2010.
Di Indonesia, saat ini total kapasitas produksi industri pulp dari 18 perusahaan adalah sekitar 6,29 juta ton per tahun. Sedangkan kapasitas produksi kertas per tahun mencapai 10,28 juta ton. Dalam proses produksi secara konvensional tahapan bleaching dalam proses pulping masih bergantung kepada penggunaan bahan kimia (yang merupakan 6 persen dari total harga bahan dan energi), terutama klorin dan sulfur. n ren
Ikhtisar:
- Selama industri pulp tidak menggunakan enzim, maka limbah yang dihasilkan akan sangat berbahaya buat makhluk hidup.
- Penggunaan enzim kurang diminati perusahaan karena harganya mahal.
BIOPULPING TECHNOLOGY
Traditional technologies at pulp mills cause significant industrial pollution. Biopulping is the "softening" of wood chips with wood decay fungi, rather than chemical or mechanical methods, prior to pulping. The fungi attack the lignin component of wood and leave the cellulose intact. Research results from this project have determined that fungal pretreatment of wood chips for pulping provides several main processing benefits which reduce production costs and prevent pollution:
reduced electrical energy requirements for processing both wood pulp (up to 43% energy reduction) and non-woody plant materials -- such as kenaf and jute -- (about 30% energy reduction), with improved paper quality
reduced pitch content by 30% (pitch deposition on paper machines is one of the major technical problems in the pulp and paper industry),
during sulfite pulping, reduced kappa number (residual lignin in pulp) by 50%. This lignin reduction reduces the dependency upon chemicals for bleaching the pulp.
Researchers have conducted tests at pilot-scale bioreactors (chip pile experiments of 300 - 700 kg. wet chips) and have obtained results similar to their smaller-scale experiments. Therefore, they believe the technology will be commercially successful. They are now focusing on the challenges of "scaling up" the biopulping process. Two US patents have been granted based on this research, and one foreign application is pending. In addition, a paper company has agreed to work with the researchers and to host a mill-scale chip pile experiment after the final phase of the program is completed.
Sejarah Kertas
Kertas pertama kali diciptakan oleh bangsa Cina. Tsai Lun adalah orang yang menemukan kertas yang dibuat dari bahan bambu yang mudah didapatkan di Cina pada tahun 101 Masehi. Penemuan ini kemudian menyebar ke Jepang dan Korea seiring dengan menyebarnya bangsa Cina ke timur dan berkembangnya peradaban di kawasan itu, walaupun sebenarnya cara pembuatan kertas pada awalnya merupakan hal yang sangat dirahasiakan.
Teknik pembuatan kertas jatuh ke tangan orang-orang Arab pada masa Abbasiyah setelah kalahnya pasukan Dinasti Tang dalam Pertempuran Sungai Talas pada tahun 751 Masehi. Para tawanan perang mengajarkan cara pembuatan kertas kepada orang-orang arab, sehingga kemudian muncullah industri-industri kertas disana.
Teknik pembuatan kertas kemudian juga menyebar ke Italia dan India lalu Eropa khususnya setelah Perang Salib dan jatuhnya Grenada dari bangsa Moor ke tangan Spanyol dan ke seluruh dunia.
KEGIATAN utama dalam industri pulp dan kertas adalah proses pulping (proses pembuatan pulp) dan proses bleaching (proses pemutihan pulp). Saat ini sebagian besar teknologi pulping yang digunakan dalam industri pulp dan kertas di Indonesia adalah proses kraft atau proses sulfat yang memang merupakan proses paling banyak digunakan di seluruh dunia.
Proses kraft diakui mempunyai banyak segi positif, antara lain mampu mengolah semua jenis bahan baku dengan berbagai macam kualitas dan dapat menghasilkan pulp dengan kualitas yang sangat prima. Di lain pihak, proses konvensional ini juga mempunyai beberapa kelemahan, salah satunya adalah kontribusinya terhadap pencemaran lingkungan.
Tuntutan masyarakat akan teknologi bersih semakin meningkat, baik di tingkat nasional maupun internasional, tentu saja tidak bisa diakomodasi dengan menggunakan proses kraft. Bahkan, ada sinyalemen bahwa masyarakat internasional untuk tidak membeli pulp apabila dalam proses produksinya tidak menggunakan teknologi bersih.
Agar produksi pulp yang dihasilkan dapat diterima di pasar internasional, maka harus dilakukan usaha-usaha pencarian teknologi alternatif yang lebih aman terhadap lingkungan. Penelitian dan pengembangan teknologi dalam bidang pulp telah banyak dilakukan dengan tujuan menjawab permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh industri ini, baik penelitian dalam teknologi pembuatan pulp maupun dalam teknologi pemutihan pulp.
Penemuan-penemuan dan inovasi teknologi tersebut sebagian sudah ada yang diterapkan dalam skala industri, sebagian masih dalam taraf uji coba untuk penyempurnaan dalam skala pilot project, dan sebagian lainnya masih dalam taraf penelitian dan pengembangan dalam skala laboratorium.
Teknologi "pulping"
Beberapa inovasi teknologi pulping telah ditemukan dan terbukti lebih aman terhadap lingkungan. Teknologi tersebut misalnya adalah modifikasi proses kraft konvensional, kombinasi beberapa proses konvensional (proses ASAM), penggunaan bahan kimia organik dalam proses pulping (proses organosolv), dan pemanfaatan mikroba dalam proses pulping (proses biopulping).
Pengembangan teknologi pulping pada saat ini bertujuan terutama untuk menghasilkan pulp dengan bilangan kappa rendah, sehingga dalam proses pemutihan pulp lebih aman terhadap pencemaran lingkungan. Di antara inovasi teknologi dalam proses pulping tersebut, ada dua jenis teknologi yang bisa dikatakan bersifat revolusif dan sangat aman terhadap lingkungan serta kemungkinan besar bisa memberikan harapan untuk diterapkan dalam skala pabrik di masa depan. Kedua jenis teknologi pulping tersebut adalah proses bio-pulping dan proses organosolv.
ASAM adalah singkatan dari alkaline-sulfite-antrhraquinone-methanol yang pada dasarnya merupakan modifikasi proses pulping konvensional. Proses ini kombinasi antara proses kraft dan proses sulfit. Penambahan metanol dan antrakuinon dalam proses ini akan mempercepat proses delignifikasi serta dapat mengurangi degradasi karbohidrat selama proses pulping sehingga rendemen pulp meningkat.
Dibandingkan dengan proses kraft konvensional, proses ASAM memiliki beberapa keunggulan, antara lain dapat mengolah semua jenis kayu, rendemen pulp yang dihasilkan lebih tinggi, pulp yang dihasilkan mudah diputihkan dan mempunyai sifat kekuatan yang prima, serta dapat mengurangi emisi gas sulfur yang terjadi pada proses konvensional.
Organosolv
Proses organosolv adalah proses pemisahan serat dengan menggunakan bahan kimia organik seperti misalnya metanol, etanol, aseton, asam asetat, dan lain-lain. Proses ini telah terbukti memberikan dampak yang baik bagi lingkungan dan sangat efisien dalam pemanfaatan sumber daya hutan.
Dengan menggunakan proses organosolv diharapkan permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh industri pulp dan kertas akan dapat diatasi. Hal ini karena proses organosolv memberikan beberapa keuntungan, antara lain yaitu rendemen pulp yang dihasilkan tinggi, daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah, tidak menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap lingkungan, dapat menghasilkan by-products (hasil sampingan) berupa lignin dan hemiselulosa dengan tingkat kemurnian tinggi. Ini secara ekonomis dapat mengurangi biaya produksi, dan dapat dioperasikan secara ekonomis pada kapasitas terpasang yang relatif kecil yaitu sekitar 200 ton pulp per hari.
Penelitian mengenai penggunaan bahan kimia organik sebagai bahan pemasak dalam proses pulping sebenarnya telah lama dilakukan. Ada berbagai macam jenis proses organosolv, namun yang telah berkembang pesat pada saat ini adalah proses alcell (alcohol cellulose) yaitu proses pulping dengan menggunakan bahan kimia pemasak alkohol, proses acetocell (menggunakan asam asetat), dan proses organocell (menggunakan metanol).
Proses alcell telah memasuki tahap pabrik percontohan di beberapa negara misalnya di Kanada dan Amerika Serikat, sedangkan proses acetocell mulai diterapkan dalam beberapa pabrik di Jerman pada tahun 1990-an. Proses alcell yang telah beroperasi dalam skala pabrik di New Brunswick (Kanada) terbukti mampu manghasilkan pulp dengan kekuatan setara pulp kraft, rendemen tinggi, dan sifat pendauran bahan kimia yang sangat baik.
Memanfaatkan jamur
Proses pulping konvensional baik dengan cara mekanis maupun cara kimia membutuhkan energi yang sangat tinggi. Di lain pihak, secara alami ada sejumlah mikroorganisme perusak kayu (dalam hal ini jamur) yang mampu mendegradasi lignin. Kemampuan jamur dalam mendegradasi lignin secara alami ini selanjutnya diteliti dan dikembangkan untuk dimanfaatkan sebagai agen dalam proses delignifikasi dalam teknologi pulping dan bleaching.
Teknologi ini selanjutnya disebut sebagai teknologi bio-pulping dan teknologi bio-bleaching. Dari sisi lingkungan, penemuan ini merupakan terobosan besar dalam teknologi pulping dan bleaching dan diharapkan mampu menjawab permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh industri pulp dan kertas karena pemrosesannya tidak menggunakan bahan kimia.
Namun, bila dibandingkan dengan proses pulping secara kimia yang berlangsung pada suhu dan tekanan tinggi serta pH yang ekstrem, proses ini sangat lambat. Karena prosesnya lambat, maka aplikasi bio-pulping secara penuh belum bisa diterapkan dalam skala industri.
Saat ini aplikasi bio-pulping baru pada tahap pretreatment terhadap kayu yang akan dimasak, baik pada proses mekanis maupun proses kimia. Proses mekanis yang diberi perlakuan biologis disebut biomechanical pulping, sedangkan proses kimia yang diberi perlakuan biologis disebut biochemical
pulping.
Beberapa penelitian melaporkan, dengan adanya fungal pretreatment konsumsi energi pada saat proses pulping menjadi berkurang. Perlakuan ini juga terbukti dapat menurunkan bilangan kappa serta dapat meningkatkan sifat bleachability pulp yang dihasilkan.
Pengembangan "bleaching"
Dalam pengembangan teknologi bleaching juga telah ditemukan beberapa metoda bleaching yang lebih aman terhadap lingkungan, antara lain teknologi bleaching dengan konsep ECF (elementally chlorine free) dan TCF (totally chlorine free) serta penerapan bio-bleaching.
Proses pemutihan bertujuan untuk menghilangkan sisa lignin yang masih terdapat dalam pulp. Apabila pada proses pemutihan digunakan khlorin, maka dari unit ini akan dihasilkan limbah cair yang mengandung chlorinated organic compounds yang diketahui sangat berbahaya terhadap lingkungan.
Untuk mengurangi hal tersebut, maka diperkenalkan konsep ECF (elementally chlorine free) dan TCF (totally chlorine free). Pada konsep ECF unsur khlor masih boleh digunakan, tetapi tidak dalam bentuk Cl2 melainkan dalam bentuk senyawa lain misalnya ClO2, sedangkan pada konsep TCF sama sekali tidak digunakan unsur khlor. Sebagai pengganti khlorin pada konsep TCF biasanya digunakan oksigen atau ozon.
Bio-bleaching adalah proses pemutihan pulp dengan memanfaatkan enzim dari mikroba. Mikroba yang digunakan untuk penelitian adalah kelompok white-rot fungi yang diketahui mempunyai kemampuan tinggi dalam mendegradasi lignin. Secara teoretis, teknologi ini sangat aman terhadap lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia.
Namun, dalam praktiknya proses bio-bleaching belum bisa diterapkan sepenuhnya karena teknologi ini baru digunakan sebagai fungal pretreatment terhadap pulp dalam proses pemutihan. Dalam fungal treatment ini digunakan dua jenis enzim, yaitu enzim hemiselulase (xylanase dan mannase) yang dapat meningkatkan bleachability pulp secara tidak langsung dan enzim lignase yang dapat mendegradasi lignin secara langsung pada pulp yang diputihkan.
Beberapa penelitian melaporkan, dengan adanya fungal treatment ternyata brightness (derajat putih) pulp bisa meningkat serta dapat menurunkan konsumsi bahan kimia secara signifikan dalam proses pemutihan pulp.
Jumat, 12 Juni 2009
Langganan:
Postingan (Atom)